Wee Chao từ Winfrey, AR , USA

weechao

04/29/2024

Dữ liệu người dùng, đánh giá và đề xuất cho sách

Wee Chao Sách lại (10)

2018-08-29 16:30

Tư Duy Như Những Nhà Đầu Tư Vĩ Đại (Tái Bản 2017) Thư viện Sách hướng dẫn

Sách được viết bởi Bởi: Colin Nicholson

The story is very romantic, even if I had the feeling Noah was a little naïve; Dante and Noah loved each other, their family supported them, everything was so perfect that they decide to have a child using Noah’s sister as surrogate mother. If their relationship was so strong and long-lasting, how Noah could have given up to it so easy? And if Dante was so clever to be a CIA agent, how could he be so easily deceived? One way or the other, Dante and Noah parted way and Noah brings up their daughter all alone; if some reader will question how realistic Grace is, you have never lived with a 4 years old baby girl… they can be even more cute than that. The proof that both Dante than Noah had too easily given up to their story is that, as soon as they are once again in the same room together, and can finally talk for more than few minutes, all trouble are solved, and they basically take up from where they ended things. The timeline is not long, more or less 2 days, one in the past and one in the present; the most interesting side of the story is that is funny, yes, funny: even when there is the “drama”, the break-up between Noah and Dante, the author prefers to maintain it on the light tone; when Noah and Dante meet again, Dante is obviously the Alpha male, but he, again, has more a light attitude, and truth be told, Noah doesn’t resist much, maybe right since Dante is like that. Again is only a novella, but it’s sweet and funny. http://www.amazon.com/dp/B005CK4CXE/?...

2018-08-29 19:30

Cám Ơn Cuộc Sống (Tái Bản 2015) Thư viện Sách hướng dẫn

Sách được viết bởi Bởi: Keith D. Harrell

“Memberi maaf bukan berarti melupakan, tapi menjadi obat yang ampuh untuk menyembuhkan luka hati.” Kalimat itu pernah diucapkan oleh seorang teman saya. Baiklah ... mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Ketika kekasih anda berselingkuh, apakah anda akan memaafkan dan menerima dia kembali? Atau memaafkan tapi kemudian mencari yang lain? Bagaimana jika yang berselingkuh itu suami/istri anda? Apakah pintu maaf anda akan terbuka? Amira dan Rayhan sempat membangun rumah tangga yang kemudian berantakan akibat perselingkuhan. Perceraian adalah jalan yang mereka pilih. Beberapa tahun kemudian, mereka bertemu dalam keadaan yang berbeda. Tapi … sama-sama available. Apa boleh kita punya …,” suara Amira pelan dan ragu di dada bidang itu,” … harapan, Ray?” Rayhan meletakkan dagunya di puncak kepala Amira. “Boleh. Kenapa nggak?” “Walaupun kelihatannya nggak mungkin?” Amira berkata sedih. “Kenapa nggak mungkin?” Rayhan mempererat pelukannya. Hal 185 Apakah rasa cinta di masa lalu mampu menyatukan mereka kembali? Apakah pengapunan itu akan hadir di antara mereka? Apakah harapan itu masih ada? Jujur … saya harus mengatakan ini bukan jenis cerita yang bisa memuaskan selera saya. Novel ini terlalu manis untuk saya. Cukup mudah ditebak ke mana arahnya. Konfliknya juga kurang menggugah emosi saya. Seandainya Sefryana - seperti yang dia ceritakan saat siaran - melanjutkan ide awalnya dengan tokoh utama yang lebih berumur, dengan anak yang sudah dewasa. Saya yakin konfliknya akan jauh lebih menarik. Konflik suami-istri, dan konflik anak yang diperhadapkan pada perceraian orangtuanya. Dua bintang. Yang justru saya sukai dari novel ini adalah cara bercerita penulisnya. Seingat saya, tidak ada narasi 'berbunga-bunga’ yang tidak penting. Langsung ke inti cerita. Fokus! Begitu kata Sefryana. Tambah setengah bintang. Hanya saja, saya tidak menemukan gambaran seperti apa masa pacaran kedua tokoh utamanya. Apakah mereka berdua sudah cukup saling mengenal sehingga berani memutuskan menikah? Apakah hanya karena nafsu semata? Itu yang membuat saya bertanya-tanya kenapa Rayhan merasa “tidak nyambung” dengan Amira setelah menjalani pernikahan. Novel ini menjadi salah satu buku baca bareng GRI di bulan Februari 2011, kemudian dipilih menjadi novel yang dibahas dalam siaran GRI edisi Maret 2011. Jadi, saya cukup memperhatikan detailnya. Saya lumayan kecewa dengan suntingannya yang kurang rapi. Saya menemukan cukup banyak ‘typo’. Contohnya, di halaman 90 - “Karena kemarin Anda masih rapat, saya minta minta Karmin meletakkannya di meja Anda.” Kemudian di halaman 157 - “…mendengarkan penjelesan pemandu.” Ada juga di halaman 234 - “Kamu mau dengar alasanku?” Tubuh perempuan memaku. Mungkin maksudnya “tubuh perempuan itu memaku”. Atau mungkin lebih tepatnya “Tubuh perempuan itu terpaku.” Dan di beberapa halaman lainnya. Hal mengganggu lainnya yang juga terlepas dari pantauan tim penyuntingnya ada di halaman 141: “Aku jadi ingat waktu kita terpaksa makan di sini karena hujan. Padahal, kita baru makan sate ayam,” ujar Rayhan dengan pandangan menerawang.” … “Hmm… Itu waktu kita ke sini mendadak, ya? Kamu datang ke tempat bimbel pas aku lagi ngajar, terus kamu …” Dialog di atas berlangsung di Yogyakarta. Yang artinya, kata “di sini” merujuk ke Yogyakarta. Padahal, Rayhan dan Amira itu bertemu dan berpacaran di Jakarta. Amira juga mengajar bimbel di Jakarta. Kemudian, satu paragraf di halaman 218 benar-benar sama dengan paragraf di halaman 219. Kesalahan seperti ini terjadi lagi di halaman 235. Kurangi satu bintang. Namun, ketika hal itu saya tanyakan, Sefryana tersenyum sambil mengatakan kalau itu adalah kesalahannya. Dia mempersalahkan dirinya, meski saya tahu siapa seharusnya yang harus bertanggungjawab. Kasih satu bintang.

2018-08-29 21:30

Cơ Sở Khoa Học Mật Mã Thư viện Sách hướng dẫn

Sách được viết bởi Bởi: Ngô Hải Bình

There was very little in this book to scoop me up or draw me in. I thought it was rather banal and ultimately resided in the upper end of the guppy pool. Deeply superficial. It was billed as DeLillo-esque, which is why I wanted to read it. It tanked. When writing about obscenely rich navel-gazers, it helps to be fresh and original. I enjoy essentially unlikable characters in literature--they are often savagely solipsistic and subversive. Tom Wolfe, Martin Amis and Zoe Heller create self-regarding characters with a literary elan. It was the pasty cardboard cutouts that irked me; Adam and Cynthia were conspicuously thin and stale. Within the text, Dee advances his theories of manufactured art ruining culture in this day and age, but he didn't really give us something fresh-out-of-the-wrapper, either. Maybe he was being cheeky, but it fell flat to me. The second part of the novel, once Cynthia and Adam have been established as scheming masters of the universe, highlights their children, Jonas and April. April doesn't do one unexpected thing or have two original thoughts. Jonas tugged at me for a while with his ambivalence and innocent pretense. His lofty cynicism and earnest ideology had a guileless streak, which gave him some dimension. But, almost abruptly, he unraveled into stream of consciousness nothingness. There was a hospice scene toward the end that was authentic and effective. I know this from working as a hospice nurse for many years. The author captured the helpless fury and the meek awkwardness. The saliva in my throat burned and I was there with the characters. Dee either did his research or experienced this personally. However, the ending (following the hospice scene) was grandiose and melodramatic. It rattled hysterically and left a stream of synthetic fibers everywhere.

Người đọc Wee Chao từ Winfrey, AR , USA

Người dùng coi những cuốn sách này là thú vị nhất trong năm 2017-2018, ban biên tập của cổng thông tin "Thư viện Sách hướng dẫn" khuyến cáo rằng tất cả các độc giả sẽ làm quen với văn học này.